Jumat, 01 Juli 2011

Polisi Periksa Arsyad dan Neshawaty

Artikel menarik alamat beberapa isu kunci tentang
. Pembacaan yang cermat bahan ini bisa membuat perbedaan besar dalam bagaimana Anda berpikir tentang
.
JAKARTA, KOMPAS.com " Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arsyad Sanusi, dan putrinya, Neshawaty Zulkarnain, memenuhi penggilan pemeriksan penyidik di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (1/7/2011).

Ayah dan anak ini diperiksa sebagai saksi kasus surat palsu MK. Keduanya tiba di Bareskrim sekitar pukul 09.00 WIB, menaiki mobil Pajero berwarna merah bernomor polisi B 44 MAS.

Arsyad mengenakan stelan jas abu-abu dan Neshawaty juga mengenakan blazer dengan warna yang sama lengkap dengan kerudung berwarna senada. Tak banyak pernyataan yang disampaikan ayah dan anak ini. "Iya (diperiksa) untuk melengkapi saja. Iya berdua (dengan bapak)," ujar Neshawaty.

Tampak Arsyad diarahkan petugas masuk ke ruang tunggu di Bareskrm. "Good morning. Sudah seperti selebriti saja," kata Arsyad saat kamera wartawan menyorot wajahnya.

Kasus dugaan pemalsuan surat MK itu berawal pada Agustus 2009. Pada 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil I Sulawesi Seltan, yang diperebutkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura dan Mestariani Habie dari Partai Gerindra.

Jika Anda dasar apa yang Anda lakukan pada informasi yang tidak akurat, Anda mungkin akan tidak menyenangkan terkejut oleh konsekuensi. Pastikan Anda mendapatkan cerita
keseluruhan dari sumber-sumber informasi.

Lalu, MK mengirimkan surat Nomor 112/PAN MK/2009 tanggal 17 Agustus 2009, yang berisi penjelasan bahwa pemilik kursi yang ditanyakan KPU jatuh kepada Mestariani Habie.

Anehnya, rapat pleno KPU justru memutuskan bahwa kursi tersebut diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan landasan Surat MK, 112/PAN MK/2009 tanggal 14 Agustus 2009, yang diterima melalui mesin faksimile.

Setelah diinvestigasi, MK mengetahui bahwa surat tanggal 14 Agustus 2009 yang dipakai KPU untuk memutuskan Dewi Yasin Limpo sebagai pemegang kursi DPR tersebut adalah palsu.

Pada 12 Februari 2010, pihak MK menyerahkan surat aduan ke Bareskrim dengan menyebutkan nama mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati. Belakangan Ketua MK, Mahfud MD, mengungkapkan dugaan keterlibatan sejumlah nama pemalsuan surat MK ini, seperti Arsyad Sanusi, mantan staf panitera MK Masyhuri Hasan, dan Dewi Yasin Limpo.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirimkan penyidik Bareskrim ke Kejaksaan Agung, maka Masyhuri Hasan dan sejumlah rekannya resmi berstatus tersangka terhitung 28 Juni 2011. Masyhuri Hasan dan rekannya dituduh sebagai pelaku pemalsuan surat MK.

Sebelumnya, Wakil Kabareskrim Irjen Pol Mathius Salempang menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap internal MK akan berkembang pada pelaku lainnya.

 

Sebagai pengetahuan Anda tentang
terus tumbuh, Anda akan mulai melihat bagaimana
cocok ke dalam skema keseluruhan hal. Mengetahui bagaimana sesuatu berhubungan ke seluruh dunia juga penting.

Tidak ada komentar: