JAKARTA, KOMPAS.com - Bangsa Indonesia tengah hidup dalam sebuah ironi. Budayawan Yudhistira Massardi mengatakan ironi terjadi karena setiap elemen tidak memahami dan menjalankan perannya sebagaimana harusnya. "Kehidupan bangsa kita memang ironi ya. Segala kondisi dan karakter, peran tidak sebagaimana seharusnya. Di negara kita, banyak peran yang tidak sebagaimana seharusnya. Gagal memaknai peran masing-masing. Maka terjadilah ironi," ungkapnya dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu ( 16/7/2011 ) Anda dapat melihat bahwa ada nilai praktis dalam mempelajari lebih banyak tentang
. Dapatkah Anda memikirkan cara-cara untuk menerapkan apa yang telah dibahas sejauh ini?
Dalam struktur pemerintah, tiga pilar (eksekutif, legislatif dan yudikatif) melakukan ironi dengan melakukan kewenangan di luar kewenangan seharusnya dan malah tidak melakukan kewenangannya. "Saya sepakat, penegak hukum yang harusnya menghukum bedebah, malah jadi bedebah duluan. Legislatif hanya membuat UU yang memperkaya diri sendiri. Eksekutif harusnya bekerja untuk rakyat, tapi mereka bekerja untuk kepentingan masing-masing saja," tambahnya. Yudhistira menyesalkan pula ketidaktegasan Presiden negeri ini yang juga sebuah ironi. Saat Presiden diharapkan mengambil keputusan atas sebuah persoalan, tetapi dia tidak melakukannya. DPR juga demikian. Bukannya mengawasi kerja pemerintah, DPR malah asyik memikirkan posisinya masing-masing di pemerintahan. Menurut Yudhistira, persoalannya mendasar terjadinya ironi berasal dari karakter dalam memaknai perannya. Jika gagal, maka terjadi kekacauan. "Bangsa kita enggak bisa kemana-mana kalau pendidikan karakter tidak diselenggarakan sejak dini," tandasnya.
. Dapatkah Anda memikirkan cara-cara untuk menerapkan apa yang telah dibahas sejauh ini?
Dalam struktur pemerintah, tiga pilar (eksekutif, legislatif dan yudikatif) melakukan ironi dengan melakukan kewenangan di luar kewenangan seharusnya dan malah tidak melakukan kewenangannya. "Saya sepakat, penegak hukum yang harusnya menghukum bedebah, malah jadi bedebah duluan. Legislatif hanya membuat UU yang memperkaya diri sendiri. Eksekutif harusnya bekerja untuk rakyat, tapi mereka bekerja untuk kepentingan masing-masing saja," tambahnya. Yudhistira menyesalkan pula ketidaktegasan Presiden negeri ini yang juga sebuah ironi. Saat Presiden diharapkan mengambil keputusan atas sebuah persoalan, tetapi dia tidak melakukannya. DPR juga demikian. Bukannya mengawasi kerja pemerintah, DPR malah asyik memikirkan posisinya masing-masing di pemerintahan. Menurut Yudhistira, persoalannya mendasar terjadinya ironi berasal dari karakter dalam memaknai perannya. Jika gagal, maka terjadi kekacauan. "Bangsa kita enggak bisa kemana-mana kalau pendidikan karakter tidak diselenggarakan sejak dini," tandasnya.
. Bahkan jika Anda tidak tahu segalanya, Anda sudah melakukan sesuatu yang berharga: Anda telah memperluas pengetahuan Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar